Pemkab

Sejarah Berdirinya Kabupaten Dairi Seri ke-2

Setelah membahas sejarah berdirinya Kabupaten Dairi pada seri pertama, pada seri kedua ini kita akan mengupas dan menilik kembali bagaimana sebenarnya proses atau perjalanan panjang yang dilalui para orangtua (Leluhur) kita dalam memperjuangkan tanah bumi “Sulang Silima” ini menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Dairi seutuhnya. Diketahui, sebelum menjadi 15 Kecamatan, 161 Desa dan 8 Kelurahan seperti saat ini, Kecamatan yang ada di Kabupaten Dairi pada saat itu mengalami proses panjang dan revisi jumlah kecamatan yang berulang kali, bahkan wilayah Kabupaten Dairi sempat menjadi wilayah Tapanuli Utara.

Untuk itu, sebagai generasi penerus bangsa dan menghormati perjuangan para leluhur kita, sudah sepantasnya kita mengetahui bagaimanana perjalanan panjang dan proses yang mereka lalui. mari kita baca dan simak Bersama-sama di seri kedua ini.

*Seri Kedua

Setelah ditetapkannya 1 Oktober 1947 sebagai “Hari Jadi Kabupaten Dairi” dengan Bupati pertama adalah Paulus Manurung, Kabupaten Dairi saat itu dibagi menjadi 3 (tiga) Kewedanaan yaitu 1. Kewedanaan Sidikalang yang dipimpin oleh J. O. T. Sitohang. Kewedanaan Sidikalang ini dibagi atas 2 (dua) Kecamatan yaitu : Kecamatan Sidikalang dipimpin oleh Tahir Ujung, Kecamatan Sumbul dipimpin oleh Mangaraja Lumban Tobing. Selanjutnya, 2. Kewedanaan Simsim, dipimpin oleh Raja Kisaran Massy Maha. Kewedanaan Simsim dibagai atas 2 (dua) Kecamatan yaitu: Kecamatan Kerajaan dipimpin merangkap oleh Raja Kisaran Massy Maha, Kecamatan Salak, dipimpin oleh Poli Karpus Panggabean.

Selanjutnya, 3. Kewedanaan Karo Kampung, dipimpin oleh Gading Barklomeus Pinem. Kewedanaan Karo Kampung, dibagi atas 2 (dua) Kecamatan yaitu: Kecamatan Tigalingga, dipimpin oleh Ngapid David Tarigan. Kecamatan Tanah Pinem, dipimpin oleh Johannes Pinem. Dengan demikian pada awal berdirinya Kabupaten Dairi , wilayahnya terbagi atas 3 (tiga) Kewedanaan dan 6 (enam) Kecamatan.

Selanjutnya, Setelah penyerahan kedaulatan wilayah Indonesia oleh Belanda, maka Pemerintahan Militer di Dairi kembali kepada Pemerintahan Sipil. Dimana, sebagai Kepala Pemerintahan Dairi adalah Gading Barklomeus Pinem dan Raja Kisaran Massy Maha, yang kemudian digantikan oleh Jonathan Ompu Tording Sitohang pada tanggal 10 Desember 1949. Pada masa tersebut jumlah Kecamatan di Kabupaten Dairi sudah ada 12 Kecamatan namun diciutkan dari 12 Kecamatan menjadi 8 Kecamatan, yaitu: Kecamatan Sidikalang, ibukotanya Sidikalang dipimpin oleh Asisten Wedana, M. Bakkara.

Kecamatan Sumbul ibukotanya Sumbul dipimpin oleh Asisten Wedana Bonipasius Simangunsong, Kecamatan Salak, ibukotanya Salak dipimpin oleh Asisten Wedana Poli Karpus Panggabean. Kecamatan Kerajaan, ibukotanya Sukaramai dipimpin oleh Asisten Wedana Wal Mantas Habeahan, Kecamatan Tigalingga ibukotanya Tigalingga, dipimpin oleh Asisten Wedana Gayus Silaen, Kecamatan Tanah Pinem ibukotanya Kutabuluh dipimpin oleh Asisten Wedana, Ngapid David Tarigan, Kecamatan Silima Pungga-pungga ibukotanya Parongil dipimpin oleh Asisten Wedana, Aleks Sitorus, dan Kecamatan Siempat Nempu, ibukotanya Bunturaja dipimpin oleh Asisten Wedana, Urbanus Rajagukguk.

Selanjutnya, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah, maka semua Kabupaten yang dibentuk pada masa Agresi Militer I dan II harus kembali dilebur, sehingga Kabupaten Dairi yang telah dibentuk tanggal 1 Oktober 1947 harus menjadi bagian dari Kabupaten Tapanuli Utara dengan ibukotanya Tarutung. Selanjutnya, sejak tanggal 1 April 1950, 8 Kecamatan yang ada di Dairi kembali menjadi bagian dari wilayah pemerintahan Tapanuli Utara.

Akibat peleburan dan penggabungan wilayah Kabupaten Dairi menjadi bagian dari Tapanuli Utara, maka Tokoh-Tokoh Masyarakat Dairi terus berjuang meminta kepada Pemerintah Pusat melalui Pemerintah Propinsi Sumatera Utara agar keinginan menjadi daerah Otonom Tingkat II Dairi dapat segera disetujui berdasarkan Undang-Undang.

Kemudian peristiwa penting terjadi pada Tahun 1958, karena timbulnya peristiwa pemberontakan PRRI yang mengakibatkan terputusnya hubungan antara Sidikalang (Dairi) dengan Tarutung sebagai ibukota Tapanuli Utara, sehingga penyelenggaraan pemerintahan hampir vakum. Untuk menjaga kevakuman pemerintahan, maka Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara dengan Surat Perintah Nomor : 656/UPS/1958 tgl. 28 Agustus 1958 mengambil kebijakan penting dalam pemerintahan dengan menetapkan daerah Dairi menjadi Wilayah Administratif, dengan sebutan, Coordinator Schaap, yang secara langsung berurusan dengan Propinsi Sumatera Utara. Untuk mengisi Koordinator Schaap Pemerintahan di Dairi dihunjuk sebagai pimpinan sementara yakni Nasib Nasutian ( Pati pada Kantor Gubernur Sumatera Utara) yang selanjutnya digantikan oleh Djauli Manik sebagai Koordinator Schaap Pemerintahan Dairi.

Selanjutnya, sejak tahun 1958, aspirasi masyarakat Dairi untuk memperjuangkan Daerahnya sebagai Kabupaten yang Otonom tetap tumbuh berkembang dengan mengutus Tokoh-tokoh Masyarakat ke Jakarta untuk menyampaikan hasrat dimaksud agar disetujui. Aspirasi dan tuntutan tersebut terus berkembang sampai Tahun 1964. Pertimbangan persetujuan pembentukan daerah Otonom Kabupaten Dairi, diproses oleh Pemerintah Pusat melalui Menteri Dalam Negeri saat itu, yaitu Sanusi Harjadinata yang pada tahun itu menyetujui Daerah Tingkat II Dairi menjadi Daerah Otonom Kabupaten yang terpisah dari Kabupaten Tapanuli Utara.

Akhirnya pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi ditetapkan Pemerintah dengan diterbitkannya Undang-Undang darurat yaitu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 tahun 1964, tanggal 13 Pebruari 1964 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 1964. Kemudian oleh Pemerintah Pusat dan DPR RI, ditetapkanlah Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Dairi dengan mengubah Undang-Undang Nomor 7 Drt. Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten di Propinsi Sumatera Utara.

Selanjutnya, Peresmian Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi menjadi Daerah Tingkat II Otonom dilakukan oleh Gubernur Sumatera Utara pada tanggal 2 Mei 1964 bertempat di Gedung Nasional Sidikalang. Sehingga berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1964, maka wilayah Kabupaten Dairi pada saat pembentukannya terdiri atas 8 ( delapan ) Kecamatan yaitu Kecamatan Sidikalang ibukotanya Sidikalang, Kecamatan Sumbul ibukotanya Sumbul, Kecamatan Tigalingga ibukotanya Tigalingga, Kecamatan Tanah Pinem ibukotanya Kutabuluh, Kecamatan Salak ibukotanya Salak, Kecamatan Kerajaan ibukotanya Sukaramai, Kecamatan Silima Pungga-Pungga ibukotanya Parongil dan, Kecamatan Siempat Nempu ibukotanya Bunturaja.

Selanjutnya dilakukan pemekaran-pemekaran sbb: Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1991 Pembentukan tentang Kecamatan Parbuluan, Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1992 Tentang Pembentukan Kecamatan Siempat Nempu Hulu, Siempat Nempu Hilir dan Pegagan Hilir. Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Pembentukan Kecamatan Berampu dan Gunung Sitember, Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Kecamatan Silahisabungan dan, Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Pembentukan Kecamatan Sitinjo. Setelah beberapa kali pemekaran Kecamatan dan Desa, maka sampai dengan saat ini wilayah administratif Kabupaten Dairi terdiri dari 15 Kecamatan, 161 Desa dan 8 Kelurahan. (Ber)

*Untuk pembahasan selanjutnya mengenai sejarah singkat Kabupaten Dairi akan dibahas pada seri ketiga. Terimakasih

Sumber: Sekretariat Daerah Bagian Tata Pemerintahan

Berita Terkait

Back to top button